Hidup harus terus berjalan, konsekwensi dari perjalanan
adalah meninggalkan atau ditinggalkan.
Dan satu-satu nya yang pasti di dunia ini hanyalah mati.
|
Alm. Eni |
Lebaran kali ini sepertinya akan sangat berbeda, lebih sepi.
Mungkin ia. wanita yang difoto ini adalah Eni, nenek saya. Nenek kami tercinta telah pergi, mendahului kami semua. lebaran ini
pastinya sambal goreng super enak buatannya nggak akan bisa kami rasakan lagi. Nenek
kami sudah benar-benar pulang atau melanjutkan perjalanannya sebagai mahluk baru di alam yang benar-benar beda dengan kami
saat ini. mungkin.
Sedih sudah pasti. Namun terlebih lagi selalu ada ‘moment of
silent’ yang rasanya seperti waktu yang behenti sejenak setiap kali saya
mendengar kabar kematian.
Bagi saya, manusia atau mahkluk lain yang bernyawa tidak
akan pernah benar-benar mati. mereka hanya pergi, melanjutkan perjalanan,
selesai urusan di alam yang satu, dan melanjutkan kehidupan dialam lainnya tanpa
ingat lagi apa yang sudah terjadi dialam sebelumnya. Nenek saya, setidaknya
sudah mengalami kehidupan di dua alam, Alam rahim, waktu ia dikandung uyut
saya, alam dunia diamana melalui rahimnya lahir ibu saya dan tante-tante serta
om-om saya. Dan sekarang dia sudah berada di alam yang ke-tiga: alam kubur yang
saya belum tau kayak mana bentuknya. Tapi suatu hari nanti pasti tau. Pasti.
Hidup sepertinya memang sebuah perjalanan. Perjalanan untuk
kembali pulang ke rumah-Nya. Oleh sebab itu filosofi hidup seorang muslim
adalah: hidup untuk ibadah, ibadah adalah bekal untuk perjalanan menuju 'RumahNya'. Konon katanya seorang muslim yang
keimanannya sudah mencapai level tertinggi akan selalu merindukan mati, bukan
karena dia ingin mengakhiri hdiup dunia yang penuh dengan nikmat dan dosa. Tapi
terlebih karena sudah terlalu rindu dengan 'Rumah', dan ingin segera bertemu
dengan Sang Pencipta, Allah SWT.
Dan saya merasa bersyukur dilahirkan sebagai muslim.
Pergi memang selalu terasa memilukan, seperti mandi air
dingin digelapnya subuh yang selalu bikin mual. terlebih bagi yang
ditinggalkan. hari itu semua orang tercengang sebelum akhirnya menitikan air
mata. masih tidak percaya kalau eni kami memang sudah benar-benar pergi. Ada sesal
yang menyesak ketika mengetahui bahwa kesempatan saya bertemu eni hanya pada
saat pemakamannya. Ya. saya menyesal kenapa tidak bisa meluangkan satu waktu untuk
menemuinya diwaktu senggang itu.
Saya berbicara terakhir kali dengannya 3 hari sebelum dia
pergi, tanpa saya menyadarinya percakapan singkat itu nyatanya adalah pesan dan
doa terakhirnya pada saya sebelum ia benar-benar pergi.
“ni!!, maafin ita ya, belum sempet nengokin eni, eni yang
sabar yahhhh, cepet sembuh ni…”
“ neng ita, apa kabar sayang?, iah gapapa makasih ya sayang,
neng ita.. sing cepet dapet kerja yang
tetap yah.. dapet jodoh yang baik, sing
cita-citanya terkabul sayang”
“makasih eni, eni yang sehat yaaa, minggu depan aku kesana”
“ iah, amin, makasih sayang”
“oke ni.. teleponnya aku kasi lagi ke mama yaa”
Dan minggu depan pun saya kesana, mengantarnya benar-benar
pergi.
Untuk Eni:
Ni.., Selamat Jalan, saya bahagia karena akhirnya eni
terbebas dari rasa sakit yang selama ini menyiksa eni. Semoga nanti kita
dipertemukan lagi di ‘Rumah'
aku sayang eni.
:)